Tepung
MOCAF sebagai bahan alternatif pengganti terigu mempunyai peluang yang cukup
besar untuk dikembangkan. Dari sisi permintaan, kebutuhan akan pasar terigu
kian meningkat seiring dengan perubahan pola konsumsi makanan masyarakat yang
kian modern. Demikian juga dengan semakin menjamurnya berbagai jenis industri
dan usaha pengolahan makanan, dari skala besar sampai penjual eceran, terutama
sejak krisis ekonomi 1998.
Sementara
dari sisi pasokan, tepung MOCAF yang berbahan baku ubi kayu, salah satu tanaman
pangan yang secara tradisional sudah lama dikembangkan di Indonesia, juga
mempunyai potensi yang cukup besar. Luasnya lahan yang potensial untuk ditanami
ubi kayu (karena kesesuaian geografis), kemudahan teknik budidaya, serta jumlah
tenaga kerja yang bisa digerakkan, membuat tidak terlalu ada masalah dari sisi
pasokan.
Keinginan
konsumen terhadap produk pangan yang diwujudkan dalam mutu produk tidak hanya
mencakup nutrisi, tetapi juga mencakup keamanan, kemudahan pemakaian, dan
imajinatif. Pangan tidak lagi sekedar memenuhi kebutuhan biologis. Dengan
adanya pergeseran paradigma tersebut, maka tuntutan konsumen menjadi semakin
penting dan menentukan perkembangan teknologi (arah dan jenisnya) serta inovasi
makanan yang tersedia di pasar (Wirakartakusumah,1997).
Masyarakat
cenderung tertarik pada produk pangan yang praktis dalam penyajiaannya, dan
terkesan lebih modern, seperti produk mie, roti, makanan ringan, baby foods dan
sebagainya. Perubahan pola konsumsi makanan (food habit) ini menyebabkan
kebutuhan akan bahan pangan berbasis tepung-tepungan meningkat pesat, salah
satunya yang paling besar konsumsinya adalah tepung terigu.
Kebutuhan
tepung secara nasional terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Dari
tahun 1995 sampai dengan 2004, konsumsi terigu nasional untuk berbagai industri
terus mengalami pertumbuhan, kecuali pada tahun 1998 yang pertumbuhannya
negatif, karena krisis ekonomi. Selama kurun tersebut pertumbuhan rata-rata sebesar 5.84%
per tahun, dan bahkan mencapai sekitar 7.00% pada lima tahun terakhir. Dengan
pertumbuhan tersebut, konsumsi tepung terigu nasional mencapai lebih 1,7 juta
ton per tahun pada tahun 2004.
Sementara itu, data dari Asosiasi Produsen Terigu
Indonesia (Aptindo) justru menunjukkan angka yang jauh lebih besar. Menurut
Aptindo, kebutuhan konsumsi terigu nasional pada tahun 2004 mencapai 3.334.108
ton, dengan tingkat pertumbuhan mencapai 6 %. Dengan
angka pertumbuhan ini, maka pada tahun 2007 kebutuhan tepung terigu akan
meningkat sampai 3.700.000 ton. Dari konsumsi ini, 65 persen adalah pasar Usaha
Kecil dan Menengah, dengan penggunaan terbesar untuk produk mie (instant dan
wet).
Peningkatan
kebutuhan akan terigu ini selain dipicu oleh perubahan pola konsumsi
masyarakat, juga dipicu oleh menjamurnya usaha pengolahan makanan, terutama
pasca krisis ekonomi 1998. Kebutuhan modal kerja yang tidak terlalu besar,
ditambah dengan tingginya permintaan akan produk makanan olahan membuat usaha
pengolahan makanan, khususnya usaha kecil dan yang bersifat cepat saji semakin
menjamur.
Sementara
itu permintaan yang semakin meningkat ini ternyata tidak diimbangi oleh
ketersediaan bahan baku yang memadai. Jenis tepung terigu yang selama ini
beredar di pasaran sebagian besar adalah berbahan baku gandum. Padahal, gandum
adalah jenis tanaman sub-tropik, yang tidak terlalu sesuai dengan iklim dan
kondisi geografis di Indonesia. Meskipun sudah seringkali diupayakan, namun
sampai sekarang belum ada upaya budidaya gandum yang bisa berkembang secara
ekonomis.
Hal ini
membuat ketergantungan industri tepung nasional terhadap bahan baku impor
sangat besar. Akibatnya ketika harga gandum di pasar impor meningkat tajam
akibatnya tingginya permintaan pasar dunia akan produk pangan biji-bijian,
membuat harga tepung didalam negeri juga meningkat tajam. Tabel 3.3.
menunjukkan peningkatan harga terigu sebesar 60% selama kurun 2006-2007, dan
diperkirakan masih akan berlanjut sampai akhir 2008.
Situasi ini mengakibatkan berbagai dampak negatif
terhadap industri makanan didalam negeri. Banyak industri pengolahan makanan
besar yang harus menunda rencana pengembangan usaha, bahkan membatalkan rencana
investasi. Sementara industri yang lebih kecil skalanya banyak yang nasibnya
lebih tidak beruntung, sehingga mereka harus menutup usahanya karena tidak
mampu mensiasati kenaikan biaya produksi ini.
Karena itu, keberadaan tepung MOCAF sebagai alternatif
dari tepung terigu, akan bermanfaat bagi industri pengolahan makanan nasional.
Jenis dan karakteristik yang hampir sama dengan terigu, namun dengan harga yang
jauh lebih murah membuat tepung MOCAF menjadi pilihan yang sangat menarik.
Berbagai jenis produk olahan tepung terigu yang bisa digantikan oleh tepung
MOCAF, juga membuat transisi pengguna kepada tepung MOCAF tidak sulit untuk
dilakukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar